KRITERIA KELAYAKAN PROPOSAL
Penilaian sebuah proposal didasarkan pada dua jenis kriteria yaitu Kriteria Dasar Kelayakan Proposal dan Kriteria Khusus Kelayakan Proposal.
Kriteria Dasar Kelayakan
Jika pemohon tidak memenuhi kriteria dasar dan/atau tidak melengkapi format dan menyerahkan semua dokumen yang diminta, proposal akan langsung ditolak. Jika memungkinkan TKID akan memberikan catatan mengenai kriteria dan dokumen apa saja yang tidak lengkap/kurang dan mengapa proposal tidak memenuhi kriteria. Para pelamar dipersilahkan untuk melengkapi dan mengirimkan kembali proposal yang telah dilengkapi jika telah memenuhi kriteria persyaratan.
Kriteria dasar kelayakan proposal inovasi adalah sebagai berikut:
- Proposal inovasi harus berlokasi di salah satu dari 39 Daerah Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa di seluruh Indonesia;
- Pemerintah daerah yang melamar harus mempunyai sumber daya manusia yang cukup untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan proposal yang diajukan;
- Komitmen: 1) Organisasi pemohon dan/atau Pemerintah Daerah harus memberikan kontribusi in-kind untuk mendorong komitmen dan rasa kepemilikan inovasi di tingkat lokal. Kontribusi in-kind dapat berupa jasa, tenaga dan infrastruktur misalnya tenaga/staf untuk monitoring, tempat-tempat pertemuan/pelatihan, dan lain sebagainya; 2) Surat pengajuan proposal harus berasal dari Kepala Daerah setempat (Bupati) (semua proposal harus diajukan dengan sepengetahuan dan didukung oleh Kepala Daerah yang bersangkutan);
- Inovasi yang didukung terefleksi dan terintegrasi ke dalam perencanaan ekonomi strategis daerah (yang tertuang dalam RPJMD, RPKP, program dan kebijakan daerah), dimana usulan inovasi merupakan bagian dari tujuan penyelenggaraan pemerintah;
- Kegiatan-kegiatan inovasi yang dibiayai harus merupakan kegiatan pilot yang nantinya dapat diadopsi dan direplikasi;
- Proposal inovasi harus memasukkan analisa mengenai manfaat inovasi bagi pertumbuhan perekonomian khususnya pertumbuhan iklim usaha di daerah tersebut: (a) memperkenalkan pendekatan baru (gagasan unik, pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah; (b) produktif (memberikan bukti/hasil), dan (c) berdampak (memberikan manfaat terhadap peningkatan atau perubahan).
Yang dimaksudkan dengan daya saing daerah adalah kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal (setempat) untuk memberikan peningkatan standar hidup bagi warga/penduduknya (Malecki 1999). Hal ini berkaitan dengan kemampuan menarik investasi asing (eksternal) dan menentukan peran produktifnya Daya saing dapat juga diartikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional (Abdullah, et al., 2002).
Kriteria Khusus Kelayakan
Penilaian proposal lebih lanjut berdasarkan kriteria berikut ini:
A. Keberlanjutan proyek inovasi dan strategi pengakhiran (exit strategy) setelah jangka waktu pelaksanaan proyek inovasi berakhir.
Strategi pengakhiran adalah suatu rencana kelanggengan atau keberlanjutan (sustainability plan) dari suatu program. Strategi pengakhiran perlu disusun dengan baik untuk menghindari penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan pada akhirnya tidak memberdayakan pihak yang menjadi sasarannya. Hal ini penting untuk menghindari pengeluaran yang terus-menerus bagi program yang tidak terbukti keefektifannya, program yang sudah berhasil mencapai sasarannya dan perlu diarahkan kepada sasaran baru, atau program yang sudah dapat dikelola dan didanai oleh pemerintah atau komunitas setempat.
Penyusunan strategi pengakhiran diperlukan dengan tujuan memberikan indikasi kelanjutan suatu program, atau peningkatan suatu kebutuhan program. Penyusunan strategi ini bertujuan untuk:
- Mengidentifikasi siapa dan peran stakeholders baru untuk proyek inovasi yang perlu dilibatkan dalam kegiatan setelah dukungan dana RIF dari Proyek NSLIC/NSELRED berakhir;
- Menganalisa kegiatan dan perpindahan komitmen dan pembiayaan setelah masa terminasi dukungan Proyek NSLIC/NSELRED untuk proyek inovasi berakhir;
- Merencanakan rencana distribusi dan replikasi kegiatan inovasi di daerah lain.
B. Memasukkan kriteria pertumbuhan ekonomi hijau (green economic growth) dan atau blue economy yang merupakan green economy version 2.0, dan tema-tema cross-cutting yaitu gender, lingkungan hidup, dan tata kelola yang baik.
Tema-tema cross-cutting tersebut harus diaplikasikan dalam rencana dan pelaksanaan inovasi-inovasi RIF. Prinsip-prinsip tema cross-cutting harus direfleksikan di dalam perencanaan dan pelaporan RIF untuk setiap proposal.
Pertumbuhan Ekonomi Hijau (green economic growth) dan/atau Ekonomi Biru (blue economy ), Perubahan Iklim, dan Lingkungan Berkelanjutan
Proposal yang diajukan harus memasukkan aspek-aspek atau kegiatan-kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dan atau ekonomi biru dengan mempromosikan praktik-praktik lingkungan yang berkelanjutan. Ekonomi Hijau adalah peningkatan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan, perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Proposal inovasi dapat memasukkan praktik-praktik keberlanjutan lainnya yang juga memenuhi tantangan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi hijau. Proposal inovasi harus menyajikan analisis potensi dampak perubahan iklim terhadap populasi dan daerah yang ditargetkan oleh proyek inovasi, dan bilamana perlu, mengusulkan langkah-langkah untuk memperkuat kapasitas untuk adaptasi (berhubungan dengan dampak perubahan iklim terhadap proposal inovasi yang diusulkan), serta mitigasi perubahan iklim.
Proposal harus memuat analisis terkait kelestarian lingkungan hidup dan perubahan iklim, sejauh mana dampak lingkungan positif dan negatif akan ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan inovasi RIF. Dengan demikian secara spesifik, usulan program dan kegiatan yang ada di dalam proposal inovasi RIF harus menjelaskan dan mendokumentasikan dampak dari inovasi. Prioritas akan diberikan kepada usulan inovasi yang tidak mempunyai dampak negatif yang merugikan, dan kepada usulan dengan dampak negatif minimal yang dapat diantisipasi. Untuk kategori usulan dengan dampak negatif minimal tersebut, hanya memerlukan sedikit tindakan untuk mengembalikan kondisi lingkungan/alam yang asli.
Kesetaraan Gender
Proposal inovasi harus menjelaskan bagaimana kegiatan inovasi mendukung kesetaraan gender seperti mendorong akses, partisipasi, peran, kontrol, dan manfaat yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Hal tersebut harus dituangkan secara jelas dalam dokumen perencanaan dan pelaporan RIF serta praktik-praktik di lapangan yang mencerminkan kesetaraan gender.
Prioritas akan diberikan kepada usulan proposal yang mengintegrasikan isu-isu kesetaraan gender ke dalam desain proposal.
Hal ini berarti bahwa proposal harus memasukkan penjelasan mengenai bagaimana:
- Kelompok perempuan telah dikonsultasikan selama proyek inovasi dirancang;
- Kebutuhan perempuan dan anak telah disuarakan di dalam proposal;
- Manfaat kegiatan inovasi terhadap perbaikan perekonomian perempuan dan laki-laki;
- Perempuan akan dilibatkan ke dalam kegiatan–kegiatan pelaksanaan proyek inovasi dan monitoring proyek.
Tata Kelola yang Baik
Usulan inovasi harus memasukkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik yang tercermin melalui keseluruhan kegiatan organisasi (atau pemerintah) yang dijalankan dengan efektif, adil, jujur, transparan, dan akuntabel. Di dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengenai asas-asas umum pemerintahan negara yang baik, ada beberapa asas yaitu:
- Asas kepastian hukum;
- Asas tertib penyelenggaraan negara;
- Asas kepentingan umum;
- Asas keterbukaan;
- Asas proporsionalitas;
- Asas profesionalitas;
- Asas akuntabilitas.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penilaian dalam proposal inovasi yang diajukan mengambil prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan koordinasi sebagai faktor kunci penilaian. Keempat prinsip kunci inilah kemudian digunakan sebagai dasar penilaian yang dilihat dari sisi landasan hukum, para pihak yang terlibat dalam inovasi dan implementasinya.
Transparansi, adalah proses keterbukaan dalam semua kegiatan inovasi yang dilakukan sehingga pihak luar (termasuk masyarakat lokal, pelaku usaha, maupun instansi pemerintah lainnya) dapat mengawasi dan memperhatikan aktivitas tersebut. Memfasilitasi akses informasi merupakan hal yang terpenting untuk menginformasikan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan inovasi. Komponen transparansi mencakup informasi yang komprehensif, ketepatan waktu dalam pelayanan informasi, ketersediaan informasi bagi publik.
Partisipasi, adalah proses pelibatan pemangku kepentingan (stakeholders) seluas mungkin dalam proses inovasi. Masukan yang beragam dari berbagai pihak dalam proses inovasi dapat membantu pihak pelaksana untuk mempertimbangkan berbagai persoalan, perspektif, dan alternatif jika terdapat isu-isu yang harus diselesaikan selama proses kegiatan inovasi.
Akuntabilitas, adalah mekanisme pertanggungjawaban antara pemberi dana inovasi dengan pelaksana inovasi dan semua pihak yang terlibat di dalam proses inovasi. Adanya mekanisme akuntabilitas memberikan kesempatan kepada para pihak untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan persetujuan pelaksanaan proposal inovasi.
Koordinasi, adalah mekanisme yang memastikan sejauh mana pihak-pihak lain (khususnya institusi pemerintah terkait) berkoordinasi dalam memastikan bahwa kegiatan-kegiatan inovasi dapat dilaksanakan secara benar dan tepat. Koordinasi para pihak pelaksana dan pemberi dana RIF akan memaksimalkan efisiensi dan efektifnya pengelolaan dan pelaksanaan proposal inovasi.